Kurang lebih sudah dua
tahun ini aku bekerja di Kereta Api. Masih belum begitu banyak yang aku pahami
disini, aku harus banyak belajar lagi. Selama aku bekerja disini, sudah 3x aku
dipimpin oleh Manager unitku. Yang pertama dan kedua hampir tak ada bedanya,
sama-sama membuat beberapa dari kami kesal. Dan yang sekarang, sangat jauh
berbeda. Dia bisa menjadi seorang panutan, dia berilmu, dia membela kami yang
benar, dia mengajari kami bagaimana caranya bekerja yang benar. Dia tegas,
berani dan selalu mempunyai dasar kuat saat berdebat. Aku ingin seperti dia.
Pemimpin yang dapat memeluk semua bawahannya. Jujur saja, aku ingin dia lebih
lama disini. Tapi aku juga tidak ingin jadi orang jahat yang menahan dia bila
ingin kembali ke tempat keluarganya. Selama dia masih disini aku akan terus
belajar. Hingga saatnya nanti tiba dia mutasi, aku sudah memiliki cukup bekal
ilmu.
Lalu… bekal apa yang
harus aku siapkan untuknya? Apa yang harus aku lakukan untuknya? Selama aku
bekerja disini, aku sudah berniat untuk segera menemukan perempuan yang pas
untukku dan menikah. Tapi nyatanya saat pertama disini aku malah beranjak pada
wanita yang salah. Dan yang kedua, mungkin aku yang salah karena telah memilihnya.
Dia terlalu baik untukku, sangat baik. Sampai-sampai aku tidak bisa membalas
kebaikannya dan merasa gagal. Meski awalnya aku sangat berat untuk melepasnya
karena dia wanita yang sangat langka dan aku tidak mempersiapkan diriku
untuknya secara matang. Aku menyadari bahwa aku tidak bisa mencintainya seperti
dia mencintaiku. Semakin hari aku merasa bersalah bila tetap bersamanya. Aku
menyadari aku tak layak untuknya. Biarlah aku dianggap apapun, demi kebaikannya
nanti, aku rela di di pandang seperti apapun. Dan bukankah bila seperti itu aku
juga sudah terbiasa?
Saat ini, aku ingin mendapatkan
seseorang yang ingin aku jadikan teman hidupku. Tapi apakah pilihanku ini benar
atau salah? Apa dia bersedia atau tidak aku pilih? Begitu banyak pertanyaan
yang ingin aku ajukan pada kehidupan ini. Dan satu hal yang pasti, jawaban itu tidak
bisa aku dapatkan secara instan. Semua tergantung diriku, usahaku, doaku dan
restu mereka. Tapi keadaan sekarang membalik.
Sepertinya dia
melemparku dengan hantaman yang keras. Mungkin sebentar lagi keyakinanku akan
hancur. Kalau memang tak ada cara untuk membalikkan keadaan aku akan
bersiap-siap menerima kekalahan. Apa mungkin sekarang sudah tak ada gunanya
lagi? Sudah aku mencoba 2x pun tetap hasilnya sama. Maksudku, kau mengerti kan?
Berapa kalipun kucoba, sepertinya akan sama. Semuanya terasa masuk akal. Kalau
aku hanya berdiam diri, suatu saat nanti aku akan hancur melihatnya bersama
yang lain. Seseorang harus bertindak, meskipun itu menyusahkan. Supaya aku tak
menjadi korban diriku sendiri, diperlukan orang yang bisa mengorbankan dirinya
sendiri. “Siapa orang yang sebodoh itu?” Saat aku bertanya seperti itu, aku
sadar bahwa akulah orangnya. Tapi, aku tak menyangka akan merasakan hal itu
lagi. Saat kupikir-pikir lagi padahal banyak sekali orang-orang seperti itu
yang berjuang namun mati. Aku berpikir kalau nasibku pun juga takkan ada
bedanya.
Aku takkan bisa
mendekatinya. Dan bagaimana kalau aku mundur? Tapi asal aku masih punya
keyakinan, masih ada harapan. Bukankah situasinya mengharuskan kita untuk
mengambil pilihan semacam itu? Aku kalah telak. Terus terang saja, kupikir hampir
tidak ada cara aku mendekatinya.
Adakah caranya?
Yang kau katakan
memang benar. Lagipula, sebagian besar usahaku tak membuahkan hasil baik.
Kemungkinan aku berakhir sangat besar. Karena itulah, tak ada pilihan selain
mempertaruhkan kemungkinan menang dengan
tekad siap kalah terhormat. Dan untuk melakukan itu, aku harus mengorbankan
sesuatu. Dibutuhkan penipu ulung yang bisa memberikan kata-kata manis pada
hatiku. Kalau bukan aku sendiri orangnya, takkan ada yang bisa. Lalu aku akan
berdiri paling depan di hadapannya sebelum mengetahui hasil darinya.
Aku… ingin bersamanya.
Aku bisa bertahan sampai sekarang karena percaya hari itu akan datang. Aku
percaya… kalau suatu hari nanti bisa mendapatkannya. Berkali-kali aku merasa jika
berhenti jauh lebih baik. Meskipun begitu, impian yang kumiliki bersamanya
terus muncul dalam pikiranku. Lalu sekarang, jika tangan ini ku ulurkan apa dia
akan ku dapatkan? Padahal sudah sampai sejauh ini.
Tuhan sedang
mengawasiku. Untuk memastikan hasil dari usaha dan doa yang ku persembahkan.
Karna menurutku ini masih belum berakhir. Apa semua mimpi ini hanya berasal
dari khayalan kekanak-kanakanku saja? Apa diriku sudah berjuang dengan baik?
Tapi berkat tekadku, aku bisa sampai sejauh ini.
Seperti apapun impian
dan harapan yang kau miliki, seindah apapun kehidupan yang kalian miliki selama
ini, meski perasaan kalian tercerai berai oleh kenyataan, akan tetap sama saja,
semua manusia pada akhirnya akan kecewa bila berharap pada manusia. Jika
begitu, apa kehidupan itu tidak ada artinya? Apa sejak awal kelahiran manusia
tak diizinkan berharap?
Tentu itu tidak benar!
Perjuangan kitalah yang memberi arti pada kehidupan orang itu! Itulah
satu-satunya cara yang bisa aku gunakan untuk melawan dunia yang kejam ini.
Aku sudah
memutuskannya!
No comments:
Post a Comment