Wednesday, October 23, 2019

Just F


Kurang lebih sudah dua tahun ini aku bekerja di Kereta Api. Masih belum begitu banyak yang aku pahami disini, aku harus banyak belajar lagi. Selama aku bekerja disini, sudah 3x aku dipimpin oleh Manager unitku. Yang pertama dan kedua hampir tak ada bedanya, sama-sama membuat beberapa dari kami kesal. Dan yang sekarang, sangat jauh berbeda. Dia bisa menjadi seorang panutan, dia berilmu, dia membela kami yang benar, dia mengajari kami bagaimana caranya bekerja yang benar. Dia tegas, berani dan selalu mempunyai dasar kuat saat berdebat. Aku ingin seperti dia. Pemimpin yang dapat memeluk semua bawahannya. Jujur saja, aku ingin dia lebih lama disini. Tapi aku juga tidak ingin jadi orang jahat yang menahan dia bila ingin kembali ke tempat keluarganya. Selama dia masih disini aku akan terus belajar. Hingga saatnya nanti tiba dia mutasi, aku sudah memiliki cukup bekal ilmu.

Lalu… bekal apa yang harus aku siapkan untuknya? Apa yang harus aku lakukan untuknya? Selama aku bekerja disini, aku sudah berniat untuk segera menemukan perempuan yang pas untukku dan menikah. Tapi nyatanya saat pertama disini aku malah beranjak pada wanita yang salah. Dan yang kedua, mungkin aku yang salah karena telah memilihnya. Dia terlalu baik untukku, sangat baik. Sampai-sampai aku tidak bisa membalas kebaikannya dan merasa gagal. Meski awalnya aku sangat berat untuk melepasnya karena dia wanita yang sangat langka dan aku tidak mempersiapkan diriku untuknya secara matang. Aku menyadari bahwa aku tidak bisa mencintainya seperti dia mencintaiku. Semakin hari aku merasa bersalah bila tetap bersamanya. Aku menyadari aku tak layak untuknya. Biarlah aku dianggap apapun, demi kebaikannya nanti, aku rela di di pandang seperti apapun. Dan bukankah bila seperti itu aku juga sudah terbiasa?

Saat ini, aku ingin mendapatkan seseorang yang ingin aku jadikan teman hidupku. Tapi apakah pilihanku ini benar atau salah? Apa dia bersedia atau tidak aku pilih? Begitu banyak pertanyaan yang ingin aku ajukan pada kehidupan ini. Dan satu hal yang pasti, jawaban itu tidak bisa aku dapatkan secara instan. Semua tergantung diriku, usahaku, doaku dan restu mereka. Tapi keadaan sekarang membalik.
Sepertinya dia melemparku dengan hantaman yang keras. Mungkin sebentar lagi keyakinanku akan hancur. Kalau memang tak ada cara untuk membalikkan keadaan aku akan bersiap-siap menerima kekalahan. Apa mungkin sekarang sudah tak ada gunanya lagi? Sudah aku mencoba 2x pun tetap hasilnya sama. Maksudku, kau mengerti kan? Berapa kalipun kucoba, sepertinya akan sama. Semuanya terasa masuk akal. Kalau aku hanya berdiam diri, suatu saat nanti aku akan hancur melihatnya bersama yang lain. Seseorang harus bertindak, meskipun itu menyusahkan. Supaya aku tak menjadi korban diriku sendiri, diperlukan orang yang bisa mengorbankan dirinya sendiri. “Siapa orang yang sebodoh itu?” Saat aku bertanya seperti itu, aku sadar bahwa akulah orangnya. Tapi, aku tak menyangka akan merasakan hal itu lagi. Saat kupikir-pikir lagi padahal banyak sekali orang-orang seperti itu yang berjuang namun mati. Aku berpikir kalau nasibku pun juga takkan ada bedanya.
Aku takkan bisa mendekatinya. Dan bagaimana kalau aku mundur? Tapi asal aku masih punya keyakinan, masih ada harapan. Bukankah situasinya mengharuskan kita untuk mengambil pilihan semacam itu? Aku kalah telak. Terus terang saja, kupikir hampir tidak ada cara aku mendekatinya.
Adakah caranya?

Yang kau katakan memang benar. Lagipula, sebagian besar usahaku tak membuahkan hasil baik. Kemungkinan aku berakhir sangat besar. Karena itulah, tak ada pilihan selain mempertaruhkan kemungkinan menang  dengan tekad siap kalah terhormat. Dan untuk melakukan itu, aku harus mengorbankan sesuatu. Dibutuhkan penipu ulung yang bisa memberikan kata-kata manis pada hatiku. Kalau bukan aku sendiri orangnya, takkan ada yang bisa. Lalu aku akan berdiri paling depan di hadapannya sebelum mengetahui hasil darinya.
Aku… ingin bersamanya. Aku bisa bertahan sampai sekarang karena percaya hari itu akan datang. Aku percaya… kalau suatu hari nanti bisa mendapatkannya. Berkali-kali aku merasa jika berhenti jauh lebih baik. Meskipun begitu, impian yang kumiliki bersamanya terus muncul dalam pikiranku. Lalu sekarang, jika tangan ini ku ulurkan apa dia akan ku dapatkan? Padahal sudah sampai sejauh ini.
Tuhan sedang mengawasiku. Untuk memastikan hasil dari usaha dan doa yang ku persembahkan. Karna menurutku ini masih belum berakhir. Apa semua mimpi ini hanya berasal dari khayalan kekanak-kanakanku saja? Apa diriku sudah berjuang dengan baik? Tapi berkat tekadku, aku bisa sampai sejauh ini.
Seperti apapun impian dan harapan yang kau miliki, seindah apapun kehidupan yang kalian miliki selama ini, meski perasaan kalian tercerai berai oleh kenyataan, akan tetap sama saja, semua manusia pada akhirnya akan kecewa bila berharap pada manusia. Jika begitu, apa kehidupan itu tidak ada artinya? Apa sejak awal kelahiran manusia tak diizinkan berharap?
Tentu itu tidak benar! Perjuangan kitalah yang memberi arti pada kehidupan orang itu! Itulah satu-satunya cara yang bisa aku gunakan untuk melawan dunia yang kejam ini.
Aku sudah memutuskannya!

No comments:

Post a Comment